Entri yang Diunggulkan

SEJAUH MANA DIGITALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

 

Senin, 09 Desember 2019

KEDUDUKAN DAN PERAN GURU DI SEKOLAH DAN DI MASYARAKAT


KEDUDUKAN DAN PERAN GURU DI SEKOLAH DAN DI MASYARAKAT



A.    Kedudukan dan Peran Guru di Sekolah

Undang-Undang RI. No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab I, pasal,1 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, magarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pesrta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.[1]
1.      Peranan guru sehubungan dengan murid
Peranan guru terhadap peserta didik merupakan peranan yang amat vital dari sekian banyak peran yang harus dijalani. Hal ini disebabkan karena komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas. Di kelas itulah seorang guru memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keteladanan. Di dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu ia bisa menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar.
Dalam kaitannya dengan peran guru di sekolah atau kondisi formal, khususnya dalam proses pembelajaran, guru mempunyai peran antara lain:
a)      Harus memahami perbedaan individual peserta didiknya;
b)      Melakukan identifikasi atau kekuatan dan kekurangan atau kelemahan peserta  didiknya;
c)      Mengelompokkan peserta didik dalam kelas sesuai dengan tingkat permasalahan yang perlu diatasi;
d)     Bekerjasama dengan orang tua dan profesi lain untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal;
e)       Menyiapkan materi, strategi, dan media pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta didik;
f)       Guru mengadakan model pengayaan untuk anak yang memiliki kecepatan dan menyiapkan layanan remedial bagi anak yang memiliki kecepatan belajar yang rendah;
g)      Dalam mengadakan evaluasi, guru sebaiknya tidak cukup hanya mengukur aspek akademik, namun asek-aspek non akademik perlu dipertimbangkan;
h)      Mengadakan umpan balik atas keberhasilan yang dicapai dan melaporkan kepada kepala sekolah dan orang tua murid.
Melihat peran yang diemban seorang guru, sudah sewajarnya jika status sebagai guru dikelola secara profesional, dan dihargai pula secara profesional, seperti halnya dengan profesi yang lain, misanya dokter dan ahli hukum.
Dalam situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah dan hubungannya dengan siswa, guru dituntut memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang dipersyaratkan. Kualifikasi akademik meliputi tingkat pendidikan tertentu yang harus dilalui seperti jenjang Strata Satu (S.1). Selain kualifikasi akademik, para guru dituntut untuk memiliki kompetensi, baik kompetensi keilmuan maupun kompetensi pribadi dan kemasyarakatan yang dijabarkan dalam empat kompetensi, yang meliputi: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.[2]
2.      Peran Guru dalam Hubungannya dengan Guru-Guru Lain dan Kepala Sekolah
      Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Tiap sekolah mempunyai peraturan khusus tentang berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti membantu administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan ekstrakurikuler, menjadi anggota panitia HUT sekolah, menjadi wali kelas, dan sebagainya.
      Sebagai pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsensi murid, menghadiri rapat guru, dan sebagainya. Dalam segala tugas dan kewajiban ia senantiasa di bawah pengawasan kepala sekolah sehingga guru akan mematuhi tiap peraturan dan intruksi dari atasannya.[3]
Peran guru menurut Pullias dan Young, Manan, serta Yelon and Weinstein, dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a)      Guru sebagai pendidik
            Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2 menyatakan bahwa guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
b)      Guru sebagai pengajar dan pembimbing
            Guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar. Maka, dalam hal ini guru yang dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran atau memberi materi pelajaran pada sekolah-sekolah berdasarkan kurikulum yang ditetapkan. Mengajar artinya proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar.
Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain guru harus mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang sebaik-baiknya. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya: motivasi, kematangan (hubungan peserta didik dengan guru, tingkat kebebasan, rasa aman, keterampilan guru dalam berkomunikasi). Jika faktor-faktor tersebut dipenuhi, maka melalui pembelajaran, peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.[4]


c)      Guru sebagai motivator
            Guru diharapkan mampu memberikan dorongan, kekuatan, motivasi, dan energi yang besar kepada semua muridnya agar mereka mampu meraih cita-cita yang digantung setinggi langit. Berbagai kisah, biografi, dan sejarah guru telah menunjukkan betapa hebat dan dahsyatnya peran guru sebagai motivator terhadap anak-anak.[5]

B.     Kedudukan dan Peran Guru di Masyarakat

Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan ststus sosialnya di masyarakat. Penghargaan atas peranan guru di negara kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama, penghargaan sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap sosial anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial masyarakat yang bersangkutan. Hal semacam ini akan tampak jelas kita amati pada mayarakat pedesaan yang mana mereka selalu menunjukkan rasa hormat dan santun terhadap para guru yang menjadi pengajar bagi anak-anak mereka. Mereka (masyarakat) lebih biasa memberi kata kata sapaan santun terhadap guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya daripada profesi profesi yang lain.
Kedua, adalah penghargaan ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai tahun 2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam hal ekonomi hanya dengan pekerjaan mangajarnya saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam menjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.[6]
1.    Hubungan Guru dengan Masyarakat Elite
Di Indonesia, tokoh-tokoh yang dianggap Founding Father-nya adalah para guru, diantaranya Moch. Yasin, Moch. Hatta, Ki Hajar Dewantara dan banyak lagi tokoh yang berlatar belakang guru, sehingga dikenallah istilah para Priyayi atau kaum Priyayi. Begitu pula pada saat ini, banyak sosok guru yang masih menjadi magnet bagi para politisi untuk menempatkannya sebagai orang-orang yang ditempatkan di badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini berarti menunjukkan bahwa suara para guru masih memiliki pengaruh dalam kebijakan strategis atau sebatas politis di negeri ini. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, hubungan guru dengan masyarakat elit semakin luas dan terbuka lebar.
2.    Hubungan Guru dengan Masyarakat Menengah
Dalam hubungannya dengan masyarakat menengah, peran guru dibatasi dengan status profesinya. Terutama nampak di kota-kota besar bahwa terdapat kecenderungan guru berperan hanya sebagai pengajar dan selebihnya adalah sebagai pribadinya. Di masyarakat ini guru dikenal sebagai guru privat SD, SMP dan SMA, guru les musik, guru les tari, guru les olah raga dan keterampilan lainnya.
Dalam kode etik guru Indonesia, guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan. Hal ini termasuk diantaranya:
a)    Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b)   Guru turut menyebarkan program-progaram pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan di tempat itu.
c)    Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaharu bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d)   Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktifitas.
e)    Guru mengusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-bainya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tangung jawab bersama antara pemerintah, orang tua murid dan masyarakat.
3.    Hubungan Guru dengan Masyarakat Pinggiran
Perlu disadari bahwa dalam proses pembangunan masyarakat terutama di daerah pedesaan tempat sebagian besar masyarakat kita bertugas, guru memegang kepeloporan melalui berbagai institusi kemasyarakatan yang ada. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah di tingkat lokal sangat tinggi terhadap guru dengan dibuktikannya guru sebagai mitra dalam berbagai kegiatan di pedesaan dan kecamatan.
Dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata, orang yang dipercaya untuk menjadi mitra kerja para mahasiswa umumnya para guru SD, SLTP atau SLTA. Begitu juga dalam kegiatan di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan.
Pendidikan bukan sekedar permasalahan meningkatkan tingkat melek huruf dan angka, melainkan pembangunan manusia itu sendiri oleh para pendidik/guru. Hal ini menuntut peran guru yang lebih luas lagi. Peran guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa.
Mengajar merupakan tugas yang memiliki banyak persyaratan dan kompleks. Terdapat dua belas peran guru yang telah diidentifikasi dan semuanya dikelompokkan ke dalam enam area dalam model yang diajukan: (1) penyedia informasi dalam pembelajaran (termasuk dalam konteks klinis); (2) sebagai role model pada pekerjaan dan pengajaran formal; (3) fasilitator sebagai mentor dan fasilitator pembelajaran; (4) penilai peserta didik dan yang mengevaluasi kurikulum; (5) perencana kurikulum dan pembelajaran; serta (6) pencipta sumber materi dan produser panduan belajar. Guru yang baik dapat didefinisikan sebagai seorang guru yang membantu peserta didik belajar. Untuk mewujudkannya, setidaknya guru harus memiliki kemampuan untuk mendidik dan mengajar.
4.    Guru Sebagai Tokoh Masyarakat dan Perannya Sebagai Intelektual di Masyarakat
Para guru memainkan perannya yang sangat vital bagi masyarakat dan terus berupaya memperluas perannya untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat, termasuk perannya dalam aspek budaya dan ekonomi. Para guru menyiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang aktif dan yang mau belajar sepanjang masa secara independen, dan tentunya sangat krusial bagi masa depannya. Para guru mengikuti perkembangan potensi para peserta didiknya.
Guru sebagai intelektual di masyarakat tentunya lebih diharapkan sumbangsih terhadap perbaikan tatanan sosial dan budaya masyarakat, setidaknya tempat di mana tinggal. Guru harus mampu menggali kreativitas serta mengembangkan inovasi dan lebih produktif sehingga menjadi solutif bagi bagi permasalahan-permasalahan dan kebutuhan yang hadapi masyarakat. Semestinya, pengabdian pada masyarakat tidak hanya populer di perguruan tinggi sebagai tri dharma, tetapi harus menjadi tugas kewajiban bagi para guru di pendidikan dasar dan menengah. Hal ini bisa menjadi alternatif dalam pemenuhan kewajiban profesi guru yang sangat menitikberatkan pada jam tatap muka guru dengan peserta didik di ruang kelas saja. Di mana, kewajiban tersebut menjadi permasalahan administratif yang ironi dalam tugas profesi. Guru yang bertugas di sekolah yang memiliki kelas sedikit harus berjibaku mencari kelas tambahan di luar sekolahnya untuk menyelamatkan pengakuan profesionalnya.
Guru harus menunjukkan komitmen dan integritasnya sebagai agen pembaharu sekaligus sebagai reservoir nilai-nilai peradaban, sehingga kepercayaan masyarakat akan terwujud dalam bentuk pengakuannya sebagai pemimpin, pengayom, pencerah dan guidance of society. Dengan penuh kesadaran para guru harus menunjukkan sikap sebagai pendidik bahwa pendidikan bukan sebatas pengajaran melainkan pendidikan adalah kesatuan dari pengajaran, pengasuhan, pembimbingan, pembinaan, dan pelatihan.[7]



[1] St. Aisyah Abbas, Kedudukan Guru sebagai Pendidik, Ash-Shahabah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 3, No. 1, 2017, hlm. 11.
[2] Sulaiman Saat, Guru: Status dan Kedudukannya di Sekolah dan dalam Masyarakat, Jurnal Auladuna, Vol. 1, No. 1, 2014, hlm. 16-108.
[3] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 98-100.
[4] Juhji, Peran Urgen Guru dalam Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 10, No. 1, 2016, hlm. 54-55.
[5] Damsar, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), hlm. 159.
[6] Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta: UNS Press, 2005), hlm. 47-48.
[7] Dian Rahadian, Peran dan Kedudukan Guru dalam Masyarakat, Jurnal Pendidikan Teknologi dan Informasi, hlm. 30-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar