A. Kedudukan dan Peran Guru di Sekolah
Undang-Undang RI. No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, pada Bab I, pasal,1 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, magarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pesrta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.[1]
1. Peranan
guru sehubungan dengan murid
Peranan
guru terhadap peserta didik merupakan peranan yang amat vital dari sekian
banyak peran yang harus dijalani. Hal ini disebabkan karena komunitas utama
yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas. Di kelas itulah seorang
guru memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keteladanan. Di dalam kelas
guru harus
sanggup menunjukkan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mampu
mengendalikan, mengatur dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu ia bisa
menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau
mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran
dan ketertiban proses belajar mengajar.
Dalam
kaitannya dengan peran guru di sekolah atau kondisi formal, khususnya dalam
proses pembelajaran, guru mempunyai peran antara lain:
a)
Harus
memahami perbedaan individual peserta didiknya;
b)
Melakukan
identifikasi atau kekuatan dan kekurangan atau kelemahan peserta didiknya;
c)
Mengelompokkan
peserta didik dalam kelas sesuai dengan tingkat permasalahan yang perlu
diatasi;
d) Bekerjasama dengan orang tua dan profesi lain untuk mendapatkan
hasil pembelajaran yang optimal;
e)
Menyiapkan materi, strategi, dan media
pembelajaran yang dibutuhkan oleh peserta didik;
f)
Guru
mengadakan model pengayaan untuk anak yang memiliki kecepatan dan menyiapkan
layanan remedial bagi anak yang memiliki kecepatan belajar yang rendah;
g)
Dalam
mengadakan evaluasi, guru sebaiknya tidak cukup hanya mengukur aspek akademik,
namun asek-aspek non akademik perlu dipertimbangkan;
h)
Mengadakan
umpan balik atas keberhasilan yang dicapai dan melaporkan kepada kepala sekolah
dan orang tua murid.
Melihat peran yang diemban seorang guru,
sudah sewajarnya jika status sebagai guru dikelola secara profesional, dan
dihargai pula secara profesional, seperti halnya dengan profesi yang lain,
misanya dokter dan ahli hukum.
Dalam situasi
sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial,
misalnya sewaktu rekreasi, berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya.
Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan
lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat
tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat
menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi
bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam
kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri.
Dalam
kaitannya dengan pembelajaran di sekolah dan hubungannya dengan siswa, guru
dituntut memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang dipersyaratkan.
Kualifikasi akademik meliputi tingkat pendidikan tertentu yang harus dilalui
seperti jenjang Strata Satu (S.1). Selain kualifikasi akademik, para guru
dituntut untuk memiliki kompetensi, baik kompetensi keilmuan maupun kompetensi
pribadi dan kemasyarakatan yang dijabarkan dalam empat kompetensi, yang
meliputi: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.[2]
2. Peran
Guru dalam Hubungannya dengan Guru-Guru Lain dan Kepala Sekolah
Sebagai
pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan
kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti ia harus hadir pada
tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Tiap sekolah mempunyai peraturan
khusus tentang berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti
membantu administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan
ekstrakurikuler, menjadi anggota panitia HUT sekolah, menjadi wali kelas, dan
sebagainya.
Sebagai
pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsensi
murid, menghadiri rapat guru, dan sebagainya. Dalam segala tugas dan kewajiban
ia senantiasa di bawah pengawasan kepala sekolah sehingga guru akan mematuhi
tiap peraturan dan intruksi dari atasannya.[3]
Peran guru menurut
Pullias dan Young, Manan, serta Yelon and Weinstein, dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
a)
Guru
sebagai pendidik
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab XI Pasal 39 Ayat 2 menyatakan bahwa guru
sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan
pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak
itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga
dan masyarakat.
b)
Guru sebagai
pengajar dan pembimbing
Guru
adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar. Maka, dalam hal ini guru yang
dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran atau memberi materi pelajaran
pada sekolah-sekolah berdasarkan kurikulum yang ditetapkan. Mengajar artinya
proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru
harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi
belajar mengajar.
Guru
merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses belajar, dan
karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar di samping menguasai
materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain guru harus mampu menciptakan suatu
kondisi belajar yang sebaik-baiknya. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya: motivasi, kematangan (hubungan peserta didik
dengan guru, tingkat kebebasan, rasa aman, keterampilan guru dalam
berkomunikasi). Jika faktor-faktor tersebut dipenuhi, maka melalui
pembelajaran, peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha
membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan
masalah.[4]
c)
Guru sebagai
motivator
Guru
diharapkan mampu memberikan dorongan, kekuatan, motivasi, dan energi yang besar
kepada semua muridnya agar mereka mampu meraih cita-cita yang digantung
setinggi langit. Berbagai kisah, biografi, dan sejarah guru telah menunjukkan
betapa hebat dan dahsyatnya peran guru sebagai motivator terhadap anak-anak.[5]
B. Kedudukan dan Peran Guru di Masyarakat
Peranan guru dalam
masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru
dan ststus sosialnya di masyarakat. Penghargaan atas peranan guru di negara
kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama, penghargaan
sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari
sikap-sikap sosial
anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial
masyarakat yang bersangkutan.
Hal semacam ini akan tampak jelas kita amati pada mayarakat pedesaan yang
mana mereka selalu
menunjukkan rasa hormat dan santun terhadap para guru yang menjadi
pengajar bagi
anak-anak mereka. Mereka (masyarakat) lebih biasa memberi kata kata sapaan
santun terhadap
guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya daripada profesi profesi yang
lain.
Kedua, adalah penghargaan
ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa
besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia
sampai tahun
2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam hal ekonomi hanya dengan
pekerjaan mangajarnya
saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam
menjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.[6]
1. Hubungan
Guru dengan Masyarakat Elite
Di Indonesia, tokoh-tokoh yang dianggap Founding
Father-nya adalah para guru, diantaranya Moch. Yasin, Moch. Hatta, Ki Hajar
Dewantara dan banyak lagi tokoh yang berlatar belakang guru, sehingga
dikenallah istilah para Priyayi atau kaum Priyayi. Begitu pula
pada saat ini, banyak sosok guru yang masih menjadi magnet bagi para politisi
untuk menempatkannya sebagai orang-orang yang ditempatkan di badan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Hal ini berarti menunjukkan bahwa suara para guru
masih memiliki pengaruh dalam kebijakan strategis atau sebatas politis di
negeri ini. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, hubungan guru dengan
masyarakat elit semakin luas dan terbuka lebar.
2. Hubungan
Guru dengan Masyarakat Menengah
Dalam
hubungannya dengan masyarakat menengah, peran guru dibatasi dengan status
profesinya. Terutama nampak di kota-kota besar bahwa terdapat kecenderungan
guru berperan hanya sebagai pengajar dan selebihnya adalah sebagai pribadinya.
Di masyarakat ini guru dikenal sebagai guru privat SD, SMP dan SMA, guru les
musik, guru les tari, guru les olah raga dan keterampilan lainnya.
Dalam
kode etik guru Indonesia, guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan. Hal ini
termasuk diantaranya:
a) Guru
memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
b) Guru
turut menyebarkan program-progaram pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat
sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan
dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan di tempat itu.
c) Guru
harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur
pembaharu bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d) Guru
turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktifitas.
e) Guru
mengusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-bainya antara sekolah, orang tua
murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran
bahwa pendidikan merupakan tangung jawab bersama antara pemerintah, orang tua
murid dan masyarakat.
3. Hubungan
Guru dengan Masyarakat Pinggiran
Perlu
disadari bahwa dalam proses pembangunan masyarakat terutama di daerah pedesaan
tempat sebagian besar masyarakat kita bertugas, guru memegang kepeloporan
melalui berbagai institusi kemasyarakatan yang ada. Kepercayaan masyarakat dan
pemerintah di tingkat lokal sangat tinggi terhadap guru dengan dibuktikannya
guru sebagai mitra dalam berbagai kegiatan di pedesaan dan kecamatan.
Dalam
kegiatan Kuliah Kerja Nyata, orang yang dipercaya untuk menjadi mitra kerja
para mahasiswa umumnya para guru SD, SLTP atau SLTA. Begitu juga dalam kegiatan
di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan.
Pendidikan
bukan sekedar permasalahan meningkatkan tingkat melek huruf dan angka,
melainkan pembangunan manusia itu sendiri oleh para pendidik/guru. Hal ini
menuntut peran guru yang lebih luas lagi. Peran guru dalam dunia pendidikan
modern sekarang ini semakin kompleks, tidak sekedar sebagai pengajar semata,
pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan budaya
bagi siswanya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor
dari anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi
olah pikir, olah hati dan olah rasa.
Mengajar
merupakan tugas yang memiliki banyak persyaratan dan kompleks. Terdapat dua
belas peran guru yang telah diidentifikasi dan semuanya dikelompokkan ke dalam
enam area dalam model yang diajukan: (1) penyedia informasi dalam pembelajaran
(termasuk dalam konteks klinis); (2) sebagai role model pada pekerjaan
dan pengajaran formal; (3) fasilitator sebagai mentor dan fasilitator
pembelajaran; (4) penilai peserta didik dan yang mengevaluasi kurikulum;
(5) perencana kurikulum dan pembelajaran; serta (6) pencipta sumber
materi dan produser panduan belajar. Guru yang baik dapat didefinisikan
sebagai seorang guru yang membantu peserta didik belajar. Untuk
mewujudkannya, setidaknya guru harus memiliki kemampuan untuk
mendidik dan mengajar.
4. Guru
Sebagai Tokoh Masyarakat dan Perannya Sebagai Intelektual di Masyarakat
Para
guru memainkan perannya yang sangat vital bagi masyarakat dan terus berupaya
memperluas perannya untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat, termasuk perannya
dalam aspek budaya dan ekonomi. Para guru menyiapkan generasi muda untuk
menjadi warga negara yang aktif dan yang mau belajar sepanjang masa secara
independen, dan tentunya sangat krusial bagi masa depannya. Para guru mengikuti
perkembangan potensi para peserta didiknya.
Guru
sebagai intelektual di masyarakat tentunya lebih diharapkan sumbangsih terhadap
perbaikan tatanan sosial dan budaya masyarakat, setidaknya tempat di mana
tinggal. Guru harus mampu menggali kreativitas serta mengembangkan inovasi dan
lebih produktif sehingga menjadi solutif bagi bagi permasalahan-permasalahan
dan kebutuhan yang hadapi masyarakat. Semestinya, pengabdian pada masyarakat
tidak hanya populer di perguruan tinggi sebagai tri dharma, tetapi harus
menjadi tugas kewajiban bagi para guru di pendidikan dasar dan menengah. Hal
ini bisa menjadi alternatif dalam pemenuhan kewajiban profesi guru yang sangat
menitikberatkan pada jam tatap muka guru dengan peserta didik di ruang kelas
saja. Di mana, kewajiban tersebut menjadi permasalahan administratif yang ironi
dalam tugas profesi. Guru yang bertugas di sekolah yang memiliki kelas sedikit
harus berjibaku mencari kelas tambahan di luar sekolahnya untuk menyelamatkan
pengakuan profesionalnya.
Guru
harus menunjukkan komitmen dan integritasnya sebagai agen pembaharu sekaligus
sebagai reservoir nilai-nilai peradaban, sehingga kepercayaan masyarakat
akan terwujud dalam bentuk pengakuannya sebagai pemimpin, pengayom, pencerah
dan guidance of society. Dengan penuh kesadaran para guru harus
menunjukkan sikap sebagai pendidik bahwa pendidikan bukan sebatas pengajaran
melainkan pendidikan adalah kesatuan dari pengajaran, pengasuhan, pembimbingan,
pembinaan, dan pelatihan.[7]
[1] St. Aisyah Abbas, Kedudukan
Guru sebagai Pendidik, Ash-Shahabah, Jurnal Pendidikan dan Studi Islam,
Vol. 3, No. 1, 2017, hlm. 11.
[2] Sulaiman Saat, Guru: Status dan Kedudukannya di Sekolah dan
dalam Masyarakat, Jurnal Auladuna, Vol. 1, No. 1, 2014, hlm. 16-108.
[3] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 98-100.
[4] Juhji, Peran Urgen Guru dalam Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol.
10, No. 1, 2016, hlm. 54-55.
[5] Damsar, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2011), hlm. 159.
[6] Ravik Karsidi, Sosiologi
Pendidikan, (Surakarta: UNS Press, 2005), hlm. 47-48.
[7] Dian Rahadian, Peran dan
Kedudukan Guru dalam Masyarakat, Jurnal Pendidikan Teknologi dan Informasi,
hlm. 30-34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar