A.
PENDAHULUAN
Berfikir adalah proses dinamis, di mana individu
bertindak aktif dalam menghadapai hal-hal yang bersifat abstrak. Dalam proses
berfikir individu menghubungkan antara objek yang menjadi pokok permasalahan
dengan bagian-bagian pengetahuan yang dimilikinya. Bagian penegetahuan adalah
segala sesuatu yang sudah diperolehnya dalam bentuk pengertian-pengertian.
Semua penalaran yang menggunakan pikiran
sudah pasti bersumber pada logika. Dengannya kita akan mendapatkan hubungan
antar pernyataan yang ada. Namun, tidak semua pernyataan berhubungan dengan
logika, hanya yang bernilai benar dan salahlah yang dapat dihubungkan dengan
logika. Oleh karena itu logika berperan penting dalam pengambilan suatu
pernyataan.
Bagaimanapun jenis dan macamnya, apalagi
berfikir logis seperti yang kita pelajari di Ilmu Mantiq, mungkin sekali untuk
salah atau keliru. Sebab kadang-kadang berfikir menghadapi hambatan-hambatan
yang membuat pemikiran kita melenceng dari jalan yang benar dan lurus, dan
dapat menghalangi untuk sampai kepada realitas kebenaran yang hendak kita
capai. Dan apabila sudah sampai pada keadaan yang demikian, maka pemikiran
bakal kehilangan nilainya yang benar dalam kehidupan, dan tidak dapat
melaksanakan fungsinya dalam proses pemiikiran. Dan apabila pemikiran seseorang
telah kehilangan nilai dan fungsi alaminyahnya, maka manusia akan kehilangan
hakikat utamanya yang membedakan dirinya dari jenis hewan pada umumnya, bahkan
dapat lebih sesat lagi.[1]
Terkadang
dalam berfikir terdapat kekeliruan penalaran dalam pengambilan kesimpulan yang
tidak benar dengan melanggar kaidah-kaidah yang berlaku. Hal tersebut akan menyebabkan
adanya peraturan gagasan yang tidak tepat. Dalam makalah ini kita akan
menjelaskan mengenai kekeliruan berfikir berikut dengan macam-macamnya
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Berfikir
Menurut Albrecht berfikir logis atau berfikir runtun
didefinisiskan sebagai proses mencapai kesimpulan menggunakan penalaran secara
konsisten. Sedangkan menurut Strydom yaitu berfikir menurut pola tertentu atau
aturan inferensi logis atau prinsip-prinsip logika untuk memperoleh kesimpulan.[2]
Kekeliruan (fallacy) adalah kekeliruan penalaran
yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak benar dengan melanggar
kaidah-kaidah logika atau susunan dan penggunaan bahasa serta penekanan kata
yang menyebabkan asosiasi (pertautan) gagasan tidak tepat.
2.
Sebab-Sebab
Kesalahan Berfikir
a. Tergesa-gesa,
yang menyebabkan kurang teliti dan kurang hati-hati dalam pembahasan sesuatu.
b. Emosi,
ialah dalam memberikan keputusan, mengikuti suara hati, nafsu, tidak mengikuti
hasil pertimbangan akalnya.
c. Tunduk
kepada adat kebiasaan, maksudnya dalam pemikiran seseorang selalu dipengaruhi
oeh adat kebiasaan, sehingga dalam meberikan penjelasan tidak membahas atau
mejaring sebelumnya.
d. Senang
perselisihan, dalam berfikir ia tidak mencari atau mengutamakan kebenaran,
tetapi ia lebih senang kepada kemenangan dalam mempertahankan pendapatnya.
e.
Terpengaruh dengan
keindahan, sehingga dalam memberikan suatu hukum ia tidak bebas lagi menggunakan
pikirannya, tetapi seakan-akan ia sudah menghilangkan kebebasannya dengan
adanya pengaruh keindahan itu.[3]
3. Macam-Macam
Kekeliruan Berfikir
a.
Kekeliruan
Berfikir Formal
1) Kekeliruan
karena menggunakan empat term (fallacy of four terms)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan empat term
dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan
dalam patokan diharuskan terdiri tiga term, seperti
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan
Orang
berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit Jadi dia harus diasingkan.
2) Kekeliruan
karena kedua term penengah tidak mencangkup
(fallacy of undistributed middle)
Kekeliruan
berfikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah mencangkup, seperti:
Orang yang terlalu banyak belajar
kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar.
3) Kekeliruan
karena proses tidak benar (fallacy of
llicit process)
Kekeliruan
berfikir karena term premis tidak mencangkup (undistrioted) tetapi dalam
konklusi mencangkup, seperti:
Kura-kura adalah biatang melata. Ular
bukan kura-kura, karena itu bukan binatang melata.
4) Kekeliruan
karena menyimpulkan dari dua premis yang negatif (fallacy of two negative premises)
Kekeliruan
berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negativ. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konlusi, seperti :
Tidak satu pun barang yang baik itu
mudah dan semua barang di toko itu adalah tidak mudah, jadi semua barang di toko
itu adalah baik.
5) Kekeliruan
karena mengakui akibat (fallacy of affiming the consequent)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme
hipotetika karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula sebabnya,
seperti:
Bila kita bisa berkendaraan secepat
cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan
berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.
6) Kekeliruan
karena menolak sebab (fallacy of denying antecedent)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme
hipotetika karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga
tidak terlaksana, seperti:
Bila datang elang maka ayam
berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.
7) Kekeliruan
dalam bentuk disyungtif (fallacy of disjunction)
Kekeliruan berfikir terjadi dalam
silogisme disyungtif karena mengingkari alternatif pertama, kemudian
membenarkan alternatif lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternatif
pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternatif yang lain, seperti:
Dia menulis cerita
atau pergi ke Surabaya. Dia tidak pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis
cerita.
8) Kekeliruan
karena tidak konsisten (fallacy of inconsistency)
Kekeliruan
berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui
sebelumnya, seperti :
Tuhan adalah maha
kuasa, karena itu ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.
b.
Kekeliruan
Berfikir Informal
1) Kekeliruan
karena membuat generilasasi yang terburu-buru (fallacy of hasty
generalization)
Kekeliruan berfikir karena
tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus
individual yang terlampau sedikit, sehingga kesimpulan yang ditarik melampaui
batas lingkungannya, seperti :
Dia orang islam mengapa membunuh.
Kalau begitu orang islam memang jahat.
2) Kekeliruan
karena memaksakan praduga (fallacy of forced hypothesis)
Kekeliuran berfikir yang disebabkan
karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti :
Seorang pegawai datang ke kantor
dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang
melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu
kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan
besi pagar.
3) Kekeliruan
karena mengundang permasalahan (fallacy of begging the question)
Kekeliruan berfikir karena mengambil
konklusi dari premis yang sebenarnya harus di buktikan dahulu kebenarannya,
seperti:
Allah itu pasti ada karena ada bumi
(Di sini orang akan membuktikan bahwa
Allah itu ada dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak di buktikan bahwa bumi
adalah ciptaan Allah)
4) Kekeliruaan
karena menggunakan argumen yang berputar (fallacy of circular argument)
Kekeliruan ini karena menarik
konklusi dari suatu premis kemudian konklusi tersebut di jadikan sebagai premis
sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya, seperti:
Sarjana-sarjana lulusan perguruan
tinggi Omega kurang bermutu karena organisasinya kurang baik. Mengapa
organisasi perguruan itu kurang baik? Dijawab karena lulusan perguran tinggu itu
kurang bermutu.[4]
c.
Kekeliruan
Penggunaan Bahasa
1)
Kekeliruan karena
komposisi (fallacy of composition)
Kekeliruan
berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati
keseluruhannya, seperti :
Setiap
kapal perang telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut negara itu sudah
siap tempur.
2) Kekeliruan dalam pembagian (fallacy of
difition)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan
sifat yang ada pada keseluruhannya, maka demikian juga setiap bagiannya,
seperti:
Kompleks ini dibangun di atas tanah
yang luas, tentulah kamar-kamar tidurnya juga luas.
3) Kekeliruan dalam tekanan (fallacy of
accent)
Kekeliruan berfikir karena kekeliruan
memberikan tekanan dalam setiap ucapan, seperti :
Ibu, Ayah pergi (yang hendak dimaksud
adalah Ibu dan Ayah pembicara sedang pergi. Seharusnya tidak ada penekanan pada
ibu, sebab maknanya menjadi pemberitahuan pada ibu bahwa Ayah baru saja pergi.
4)
Kekeliruan karena menggunakan kata dalam
beberapa arti (fallacy of equivocation)
Kekeliruan berfikir karena
menggunakan kata yang sama dengan arti lebih dari satu, seperti :
Gajah adalah binatang, jadi gajah
kecil adalah binatang yang kecil. (kecil dalam ‘gajah kecil’ berbeda
pengertiannya dengan kecil dalam ‘binatang kecil’).[5]
[1] Sunardji Dahri Tiam, Belajar
Cepat Ilmu Mantiq Tiga Langkah Berfikir Logis, (Malang : Instans Publishing
Anggota IKAPI, 2016), hlm. 98-99.
[2] Utari Sumarmo, dkk, Kemampuan
dan Disposisi Berfikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematik, Jurnal
Pengajaran MIPA, Vol. 17, No. 1, 2012, hlm. 21.
[3] Sunardji Dahri Tiam, Belajar
Cepat Ilmu Mantiq Tiga Langkah Berfikir Logis, (Malang : Instans Publishing
Anggota IKAPI, 2016), hlm. 106.
[4] Mundiri, Logika, (Depok,
PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 211-224.
[5] Mundiri, Logika, (Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 194-195.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar