Entri yang Diunggulkan

SEJAUH MANA DIGITALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

 

Minggu, 17 November 2019

PERADABAN ISLAM MASA UTSMAN BIN AFFAN



IDENTITAS BUKU

  1. Judul               : Sejarah Peradaban Islam
  2. Pengarang       : Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah
  3. Penerbit           : CV Budi Utama
  4. Cetakan           : Pertama
  5. Tahun              : Oktober 2015
  6. Kota                : Yogyakarta
  7. Ukuran            : viii, 326, Uk: 14x20 cm
  8. ISBN               : 978-602-401-061-4

1.      Utsman bin Affan
A.  Pengangaktan Khalifah Utsman bin affan (23-35 H/644-656 M)
Ketika Umar sakit keras karena tertikam oleh budak Persia, beliau membentuk tim formatur yang terdiri dari Utsman bin Affan, ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubairbin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin abi Waqash. Tugas tim formatur memilih salah seorang di antara mereka sebagai penggantinya. Abdurrahman bin Auf dipercaya menjadi ketua tim formatur.
Setelah Umar bin Khattab wafat, tim formatur mengadakan rapat. Empat orang anggota mengundurkan diri menjadi calon khalifah sehingga tingga dua orang yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan menghadapi kesulitan, karena berdasarkan pendapat umum bahwa masyarakat menginginkan Utsman bin Affan menjadi khalifah. Sedangkan di antara calon pengganti Umar bin Khattab terjadi perbedaan pendapat. Di mana Abdurrahman bin Aug cenderung mendukung Utsman bin Affan. Sa’ad bin Abi Waqash ke Ali bin Abi Thalib.
Hasil kesepakatan dan persetujuan umat Islam, maka diangkatlah Utsman bin Affan sebagai pengganti Umar bin Khattab. Beliau diangkat di usia ke-70 tahun. Beliau menjadi khalifah selama 12 tahun.
B.  Prestasi Utsman bin Affan
1.    Kodifikasi Mushaf Al-quran
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah sangat luas. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbedaan pembelajaran Al-quran di beberapa pelosok wilayah. Perbedaan itu meliputi sususnan surahnya atau lafal (dialiknya).
Salah seorang sahabat bernama Huzaifah bin Yaman melihat perselisihan antara tentara Islam ketika menaklukkan Armenia dan Azerbeijan. Masing-masing pihak menganggap cara membaca Al-quran yang dilakukan adalah yang paling baik.
Perselisihan tersebut kemudian dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman kepada khalifah Utsman bin Affan selanjutnya khalifah Utsman bin affan membentu sebuah oanitia penyususnan Al-quran. Panitia ini diketuai oleh Zaid bin Tsabit anggotanya Abdullah bin Zubair dan Aburrahman bin Harits. Tugas yang dilaksanakan adalah menyalin ulang ayat-ayat Al-quran dalam sebuah buku yang disebut mushaf.
Salinan kumpulan Al-quran itu disebut mushaf oleh panitia mushaf diperbanyak sejumlah empat buah. Salah satunya tetap berada di Madinah, sedangkan empat lainnya dikirim ke Madinah, Suriah, Basrah, dan Kufah. Semua naskah al-quran yang dikirim ke daerah-daerah itu dijadikan pedoman dalam penyalinan berikutnya di daerah masing-masing. Naskah yang ditinggal di Madinah disebut Mushaf Al-Imam atau Mushaf Utsmani. 
2.    Renovasi Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah masjid pertama kali yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Pada saat pertama kali tiba di Madinah dari perjalan hijrahnya. Nasjid ini pada mulanya hanya kecil dan masih sangat sederhana. Dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam, maka khalifah Umar bin Khattab mulai memperluas masjid ini. Masjid Nabawi telah mulai dibangun sejak masa khalifah Umar bin Khattab yang kemudian dilanjutkan merenovasinya dan diperluas oleh khalifah Utsman bin Affan. Selain diperluas, masjid Nabawi juga dibangun dengan bentuk dan coraknya yang lebih indah.
3.    Pembentukan Angkata Laut
Pada masa khalifah Utsman bin affan, wilayah Islam sudah mencapai Afrika, Siprus, hingga Kontantinopel. Muawiyah saat itu menjabat gubernur Suriah mengusulkan dibentuknya angkatan laut. Usul itu disambut dengan baik oleh khalifah Utsman bin Affan.
4.    Perluasan Wilayah Islam
Serangkaian penaklukkan bangsa Arab dimotivasi oleh semangat keagamaan untuk menjadikan dunia memeluk dan mengakui Islam. Padamasa pemerintahan khalifah Utsman bin affan wilayah Islam semakin meluas. Wilayah perluasan di masa khalifah Utsman bin affan:
a)    Perluasan ke Khurasan di bawah pimpinan Sa’ad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman.
b)   Perluasan ke Armenia yang dipimpin Salam Rabiah Al Bahly.
c)    Afrika Utara (Tunisia) Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sa’ad bin Abi Sarah.
d)   Penaklukkan Ray dan azerbeijan yang dipimpin Walid bin Uqbah. 
C.  Pemebrontakan dan Terbunuhnya Utsman Ibn Affan
Dalam pemerintahan khalifah Utsman tergolong sukses pada enam tahun awal dari pemerintahannya, namun sesuai dengan catatan sejarah bahwa enam ke depan banyak terjadi perubahan-perubahan termasuk tuntutan rakyat, di mana adanya nepotisme di tubuh pemerintahan Utsman sangat meresahkan kehidupan rakyat. Ketika Utsman mengangkat Marwan Ibn Hakkam, sepupu khalifah yang dituduh sebagai orang yang mementingkan diri sendiri dan suka intrik, menjadi sekretaris utamanya, dan ketika itu spontan rakyat timbul mosi tak percaya terhadap keputusan yang diambil oleh Utsman tersebut begitu pula penempatan Muawiyah, walid Ibn Uqbah dan Abdullah Ibn Sa’ad masing-masing menjadi Gubernur Suriah, Irak, dan Mesir, sangat tidak disukai oleh umum.
Ditambah lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat khalifah memperoleh harta pemerintah dengan mengorbankan pemerintahan umum dan tanah negara. Hakkam ayah Marwan mendapatkan tanah Fadan dan Marwan sendiri menyalahgunakan harta Baitul Mal (dipakai untuk kepentingan pribadi dan diberikan juga untuk kaum kerabat lainnya dan seakan-akan beliau tidak sadar bahwa harta Baitu Mal adalah harta kaum muslimin) Muawiyah mengambil alih tanah negara Suriah dan Khalifah mengijinkan Abdullah untuk mengambil untuk dirinya sendiri seperlima dari harta rampasan perang Tripoli.
Situasi itu benar-benar semakin mencekam, bahkan usaha-usaha bertujuan baik dan mempunyai alasan kluat untuk kemaslahatan umat disalahpahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Penulisan Al-quran yang diperkirakan sebagai langkah yang efektif malah menjadi nenambah permasalahan dan bahkan mengundang kecaman, dan juga Utsman malah dituduh tidak punya otoritas untuk menetapkan edisi Al-quran yang dibakukan itu. Rasa tidak puas terhadap khalifah Utsman semakin besar dan menyeluruh, di Kufah dan Basrah, yang dikuasi oleh Thalhah dab Zubair, rakyat bangkit menentang Gubernur yang diangkat oleh khalifah. Selain ketidaksetiaan rakyat terhadap Abdullah Ibn Sa’ad saudara anmgkat khalifah sebagai pengganti Gubernur ‘Amr Ibn Ash juga karena konflik soal pembagian Ghanimah.
Ada beberapa hal yang mendasari kenapa hal itu terjadi, yaitu pada saat pemerintahan Abu Bakar dan Umar para pejabat senior tidak diperbolehkan keluar dari Madinah. Karena mereka adalah sebagai percontohan bagi pejabat junior, namun aturan itu tidak diterapkan lagi oleh Utsman. Tetapi Utsman lebih cenderung dan lebih sering berdiskusi dengan pejabat junior yang notabennya adalah kaum kerabat kerabatnya sendiri akan kekuasaan dan jabatan.
Pergolakan semakin memanas saat itu, Abdullah Ibn Saba’ seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam memotori para sahabat untuk membuat gerakan-gerakan pemberontakan, sahabat yang terpancing oleh tipu daya muslihat Abdullah Ibn Saba’ adalah: Abi Dzar Al-Ghifari, Amar Ibn Yasir dan Abdullah Ibn Mas’ud. Sebenarnya Abdullah Ibn Saba’ telah cukup lama menantikan moument ini, di mana situasi ini dapat menghancurkan Islam, yang pertama-tama ia mempropaganda barisan pengikut Ali Ibn Thalib.
Waktu itu barisan pengikut Ali selalu dimarjinalkan oleh pejabat-pejabat dari pihak Utsman, isu-isu yang dilancarkan oleh Abdullah Ibn saba’ bagaikan gayung bersambut, dan saat itu lahirlah golongan yang disebut dengan “maszhab Whisayah”. Maszhab ini mempunyai ideologi bahwa Ali-lah yang berhak menjadi khalifah dan dia adalah orang yang mendapat wasiat dari Nabi Muhammad SAW. para penganut mazhab ini sangat memuliakan Ali sebagaimana Rasul menjulukinya sebagai “pintu ilmu” paham tersebut sesuai dengan doktrin dan ideology yang dibawa oleh Abdullah Ibn saba’ dan ia menambahai paham itu dengan paham-paham yang dibawanya dari Persi yaitu paham “Hak Ilahi”, aliran ini berasal dari Persi yang dibawa ke Yaman tempat kelahiran Abdullah Ibn Saba’ fase sebelum datangnya Islam. Menurut paham ini Ali-lah yang berhak sebagai khalifah tetapi Utsman mengambilnya dengan jalan pemaksaan.
Beranjak dari hasutan-hasutan Abdullah Ibn Saba’, semua isu-isu kotornya sangat tepat sasaran, sehingga setiap kebijakan-kebijakan Utsman menjadi bumerang baginya, ditambah lagi para kerabatnya tidak punya tanggung jawab terhadap rakyat.
Terjadilah pemberontakan-pemberontakan di mana-mana, saat itu yang paling getol mengkritisi Utsman adalah Abu Dzar Al-Ghifari, ia menyoroti aspek nepotisme dan kesenjangan social ekonomi yang terjadi di tubuh pemerintahan Utsman. Ketika kobaran-kobaran pemberontakan di daerah menuntut agar Utsman segera turun dari pemerintahan, namun Utsman Ibn Affan tetap bersikukuh mempertahankan kekhalifahannya.
Mesir dan Basrah, mereka merapatkan barisan menuju ke Madinah dan sampai di sana mereka bertemu dengan Ali Ibn Thalib yang berusaha bernegosiasi dengan mereka yang dating dari Mesir dan Bsrah. Karena kebijakan dan ketawadhu’an Ali Ibn Thalib, para pemberontak itu bersikap legowo dan memahami saran-saran Ali, dan bersedia untuk kembali ke daerah masing-masing.
Saat di perjalanan, menuju daerah masing-masing, pemberontak asal Mesir memergoki seorang kurir yang membawa surat perintah, yang isi surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Mesir untuk membunuh pemimpin pemberontak ketika mereka sampai di Mesir, dan surat tersebut berstempelkan khalifah. Dalam memahami isi surat tersebut terdapat kekeliruan maksud sebenarnya adalah sambutlah bukan bunuhlah.
Setelah diteliti ternyata surat tersebut ditulis oleh Marwan Ibn Hakkam tanpa sepengetahuan Utsman Ibn Affan, kemudian mereka membatalkan untuk kembali pulang ke Mesir dab menguhubungi pemberontak yang dari Basrah agar segera kembali dan bersama-sama menuju Madinah untuk mempertanyakan hal tersebut. Dalam perjalanan ke Madinah mereka mendengar kabar bahwa pasukan dari Mesir dan Syam sedang bersiap-siap menuju Madinah untuk melindungi Utsman Ibn Affan dan pasukan tersebut bermaksud untuk membasmi mereka.
Saat itu keadaan semakin genting, dan begitu mendengar kabar tentang kedatangan pasukan dari Mesir dan Syam tersebut, pasukan pemberontak bahkan bermaksud untuk membunuh Utsman Ibn Affan. Padahal ketika menemukan surat dari kurir (yang berisikan untuk membunuh pimpinan mereka) tidaklah ada prasangka yang positif mereka apa maksud dan tujuan surat tersebut, apakah berbentuk provokasi atau sebagai politik Marwan Ibn Hakkam untuk menjatuhkan Utsman agar bani Uamyyah menggantikan kekhalifahan Utsman Ibn Affan.
Walaupun selintas, surat tersebut adalah berstempelkan khalifah dan jelas-jelas yang memegang stempel saat itu adalah Marwan Ibn Hakkam, namun yang membuat surat belum diketahui pastinya dan hanya tuduhan tanpa saksi dan bukti konkrit. Namun dapat kita pastikan, dari sinilah skenario musuh-musuh Islamlah yang bertujuan memecah belah persaudaraan umat Islam dengan membuat skenario yang licik.
Ditambah lagi provokasi Abdullah Ibn Saba’ maka hilanglah rasa persaudaraan dan tazhim (penghormatan) mereka kepada khalifah, yang ada saat itu hanyalah dendam dan nafsu ingin membunuh Utsman Ibn Affan. Akibat emosi yang tidak dapat dikendalikan lagi, sesampai di Madinah mereka langsung mendatangi rumah Utsman Ibn Affan, ketika itu Ali dan kedua anaknya Hasan dan Husain dan beberapa orang yang berusaha menghalau dan mencoba bernegosiasi kembali, namun hal tersebut gagal, karena banyaknya para pemebrontak, para sahabat dan yang lainnya tak kuasa menghalangi mereka yang penuh emodi untuk Utsman Ibn Affan. Mereka mengepung rumah Utsman selama 40 hari. Meskipun rumah itu dijaga oleh putra Ali dan Zubeir mereka tetap masuk dan membunuh Utsman yang sedang membaca Al-quran sehabis shalat, istrinya Nailah-pun menjadi korban keganasan orang-orang ini. Hingga Wardan bin Samurah berhasil membunuh beliau. Kejadian ini berlangsung pada hari jumat 8 Dzulhijjah 35 H. dengan tangan-tangan iblis para pemberontak itu menghujamkan pedangnya kea rah Utsman yang sudah tua renta itu, dan pemberontak lainnya berduyun-duyun menghabisi Utsman dan akhirnya ia tewas bersama keluarganya.
Dengan bersimbah darah Utsman Ibn Affan terbujur kaku di atas sajadahnya dan saat itu tiada lagi aroma keIslaman yang ada hanya aroma iblis yang mengisi ruang-ruang rumah khalifah Utsman Ibn Affan. Maka berakhirlah kekhalifan Utsman Ibn Affan yang berlangsung sampai dua belas tahun lamanya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar