IDENTITAS BUKU
- Judul :
Sejarah Peradaban Islam
- Pengarang :
Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah
- Penerbit :
CV Budi Utama
- Cetakan :
Pertama
- Tahun :
Oktober 2015
- Kota :
Yogyakarta
- Ukuran : viii, 326, Uk: 14x20 cm
- ISBN : 978-602-401-061-4
1. Utsman bin Affan
A. Pengangaktan
Khalifah Utsman bin affan (23-35 H/644-656 M)
Ketika
Umar sakit keras karena tertikam oleh budak Persia, beliau membentuk tim
formatur yang terdiri dari Utsman bin Affan, ali bin Abi Thalib, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubairbin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin abi Waqash.
Tugas tim formatur memilih salah seorang di antara mereka sebagai penggantinya.
Abdurrahman bin Auf dipercaya menjadi ketua tim formatur.
Setelah
Umar bin Khattab wafat, tim formatur mengadakan rapat. Empat orang anggota
mengundurkan diri menjadi calon khalifah sehingga tingga dua orang yaitu Utsman
bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan menghadapi kesulitan, karena
berdasarkan pendapat umum bahwa masyarakat menginginkan Utsman bin Affan
menjadi khalifah. Sedangkan di antara calon pengganti Umar bin Khattab terjadi
perbedaan pendapat. Di mana Abdurrahman bin Aug cenderung mendukung Utsman bin
Affan. Sa’ad bin Abi Waqash ke Ali bin Abi Thalib.
Hasil
kesepakatan dan persetujuan umat Islam, maka diangkatlah Utsman bin Affan
sebagai pengganti Umar bin Khattab. Beliau diangkat di usia ke-70 tahun. Beliau
menjadi khalifah selama 12 tahun.
B. Prestasi
Utsman bin Affan
1. Kodifikasi
Mushaf Al-quran
Pada masa
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, wilayah Islam sudah sangat luas. Hal
ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbedaan pembelajaran Al-quran di
beberapa pelosok wilayah. Perbedaan itu meliputi sususnan surahnya atau lafal
(dialiknya).
Salah seorang
sahabat bernama Huzaifah bin Yaman melihat perselisihan antara tentara Islam
ketika menaklukkan Armenia dan Azerbeijan. Masing-masing pihak menganggap cara
membaca Al-quran yang dilakukan adalah yang paling baik.
Perselisihan
tersebut kemudian dilaporkan oleh Huzaifah bin Yaman kepada khalifah Utsman bin
Affan selanjutnya khalifah Utsman bin affan membentu sebuah oanitia penyususnan
Al-quran. Panitia ini diketuai oleh Zaid bin Tsabit anggotanya Abdullah bin
Zubair dan Aburrahman bin Harits. Tugas yang dilaksanakan adalah menyalin ulang
ayat-ayat Al-quran dalam sebuah buku yang disebut mushaf.
Salinan kumpulan
Al-quran itu disebut mushaf oleh panitia mushaf diperbanyak sejumlah empat buah.
Salah satunya tetap berada di Madinah, sedangkan empat lainnya dikirim ke
Madinah, Suriah, Basrah, dan Kufah. Semua naskah al-quran yang dikirim ke
daerah-daerah itu dijadikan pedoman dalam penyalinan berikutnya di daerah
masing-masing. Naskah yang ditinggal di Madinah disebut Mushaf Al-Imam atau
Mushaf Utsmani.
2. Renovasi
Masjid Nabawi
Masjid Nabawi
adalah masjid pertama kali yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Pada saat pertama
kali tiba di Madinah dari perjalan hijrahnya. Nasjid ini pada mulanya hanya
kecil dan masih sangat sederhana. Dengan semakin banyaknya jumlah umat Islam,
maka khalifah Umar bin Khattab mulai memperluas masjid ini. Masjid Nabawi telah
mulai dibangun sejak masa khalifah Umar bin Khattab yang kemudian dilanjutkan
merenovasinya dan diperluas oleh khalifah Utsman bin Affan. Selain diperluas,
masjid Nabawi juga dibangun dengan bentuk dan coraknya yang lebih indah.
3. Pembentukan
Angkata Laut
Pada masa khalifah
Utsman bin affan, wilayah Islam sudah mencapai Afrika, Siprus, hingga Kontantinopel.
Muawiyah saat itu menjabat gubernur Suriah mengusulkan dibentuknya angkatan
laut. Usul itu disambut dengan baik oleh khalifah Utsman bin Affan.
4. Perluasan
Wilayah Islam
Serangkaian
penaklukkan bangsa Arab dimotivasi oleh semangat keagamaan untuk menjadikan
dunia memeluk dan mengakui Islam. Padamasa pemerintahan khalifah Utsman bin
affan wilayah Islam semakin meluas. Wilayah perluasan di masa khalifah Utsman
bin affan:
a) Perluasan
ke Khurasan di bawah pimpinan Sa’ad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman.
b) Perluasan
ke Armenia yang dipimpin Salam Rabiah Al Bahly.
c) Afrika
Utara (Tunisia) Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sa’ad bin Abi Sarah.
d) Penaklukkan
Ray dan azerbeijan yang dipimpin Walid bin Uqbah.
C. Pemebrontakan
dan Terbunuhnya Utsman Ibn Affan
Dalam
pemerintahan khalifah Utsman tergolong sukses pada enam tahun awal dari
pemerintahannya, namun sesuai dengan catatan sejarah bahwa enam ke depan banyak
terjadi perubahan-perubahan termasuk tuntutan rakyat, di mana adanya nepotisme
di tubuh pemerintahan Utsman sangat meresahkan kehidupan rakyat. Ketika Utsman
mengangkat Marwan Ibn Hakkam, sepupu khalifah yang dituduh sebagai orang yang
mementingkan diri sendiri dan suka intrik, menjadi sekretaris utamanya, dan
ketika itu spontan rakyat timbul mosi tak percaya terhadap keputusan yang
diambil oleh Utsman tersebut begitu pula penempatan Muawiyah, walid Ibn Uqbah
dan Abdullah Ibn Sa’ad masing-masing menjadi Gubernur Suriah, Irak, dan Mesir,
sangat tidak disukai oleh umum.
Ditambah
lagi tuduhan-tuduhan keras bahwa kerabat khalifah memperoleh harta pemerintah
dengan mengorbankan pemerintahan umum dan tanah negara. Hakkam ayah Marwan
mendapatkan tanah Fadan dan Marwan sendiri menyalahgunakan harta Baitul Mal
(dipakai untuk kepentingan pribadi dan diberikan juga untuk kaum kerabat
lainnya dan seakan-akan beliau tidak sadar bahwa harta Baitu Mal adalah harta
kaum muslimin) Muawiyah mengambil alih tanah negara Suriah dan Khalifah
mengijinkan Abdullah untuk mengambil untuk dirinya sendiri seperlima dari harta
rampasan perang Tripoli.
Situasi
itu benar-benar semakin mencekam, bahkan usaha-usaha bertujuan baik dan
mempunyai alasan kluat untuk kemaslahatan umat disalahpahami dan melahirkan
perlawanan dari masyarakat. Penulisan Al-quran yang diperkirakan sebagai
langkah yang efektif malah menjadi nenambah permasalahan dan bahkan mengundang
kecaman, dan juga Utsman malah dituduh tidak punya otoritas untuk menetapkan
edisi Al-quran yang dibakukan itu. Rasa tidak puas terhadap khalifah Utsman
semakin besar dan menyeluruh, di Kufah dan Basrah, yang dikuasi oleh Thalhah
dab Zubair, rakyat bangkit menentang Gubernur yang diangkat oleh khalifah.
Selain ketidaksetiaan rakyat terhadap Abdullah Ibn Sa’ad saudara anmgkat
khalifah sebagai pengganti Gubernur ‘Amr Ibn Ash juga karena konflik soal pembagian
Ghanimah.
Ada
beberapa hal yang mendasari kenapa hal itu terjadi, yaitu pada saat
pemerintahan Abu Bakar dan Umar para pejabat senior tidak diperbolehkan keluar
dari Madinah. Karena mereka adalah sebagai percontohan bagi pejabat junior,
namun aturan itu tidak diterapkan lagi oleh Utsman. Tetapi Utsman lebih
cenderung dan lebih sering berdiskusi dengan pejabat junior yang notabennya
adalah kaum kerabat kerabatnya sendiri akan kekuasaan dan jabatan.
Pergolakan
semakin memanas saat itu, Abdullah Ibn Saba’ seorang yahudi yang berpura-pura
masuk Islam memotori para sahabat untuk membuat gerakan-gerakan pemberontakan,
sahabat yang terpancing oleh tipu daya muslihat Abdullah Ibn Saba’ adalah: Abi Dzar
Al-Ghifari, Amar Ibn Yasir dan Abdullah Ibn Mas’ud. Sebenarnya Abdullah Ibn
Saba’ telah cukup lama menantikan moument ini, di mana situasi ini dapat
menghancurkan Islam, yang pertama-tama ia mempropaganda barisan pengikut Ali
Ibn Thalib.
Waktu
itu barisan pengikut Ali selalu dimarjinalkan oleh pejabat-pejabat dari pihak
Utsman, isu-isu yang dilancarkan oleh Abdullah Ibn saba’ bagaikan gayung
bersambut, dan saat itu lahirlah golongan yang disebut dengan “maszhab
Whisayah”. Maszhab ini mempunyai ideologi bahwa Ali-lah yang berhak menjadi
khalifah dan dia adalah orang yang mendapat wasiat dari Nabi Muhammad SAW. para
penganut mazhab ini sangat memuliakan Ali sebagaimana Rasul menjulukinya
sebagai “pintu ilmu” paham tersebut sesuai dengan doktrin dan ideology yang
dibawa oleh Abdullah Ibn saba’ dan ia menambahai paham itu dengan paham-paham
yang dibawanya dari Persi yaitu paham “Hak Ilahi”, aliran ini berasal dari
Persi yang dibawa ke Yaman tempat kelahiran Abdullah Ibn Saba’ fase sebelum
datangnya Islam. Menurut paham ini Ali-lah yang berhak sebagai khalifah tetapi
Utsman mengambilnya dengan jalan pemaksaan.
Beranjak
dari hasutan-hasutan Abdullah Ibn Saba’, semua isu-isu kotornya sangat tepat
sasaran, sehingga setiap kebijakan-kebijakan Utsman menjadi bumerang baginya,
ditambah lagi para kerabatnya tidak punya tanggung jawab terhadap rakyat.
Terjadilah
pemberontakan-pemberontakan di mana-mana, saat itu yang paling getol
mengkritisi Utsman adalah Abu Dzar Al-Ghifari, ia menyoroti aspek nepotisme dan
kesenjangan social ekonomi yang terjadi di tubuh pemerintahan Utsman. Ketika
kobaran-kobaran pemberontakan di daerah menuntut agar Utsman segera turun dari
pemerintahan, namun Utsman Ibn Affan tetap bersikukuh mempertahankan
kekhalifahannya.
Mesir
dan Basrah, mereka merapatkan barisan menuju ke Madinah dan sampai di sana
mereka bertemu dengan Ali Ibn Thalib yang berusaha bernegosiasi dengan mereka
yang dating dari Mesir dan Bsrah. Karena kebijakan dan ketawadhu’an Ali Ibn
Thalib, para pemberontak itu bersikap legowo dan memahami saran-saran Ali, dan
bersedia untuk kembali ke daerah masing-masing.
Saat
di perjalanan, menuju daerah masing-masing, pemberontak asal Mesir memergoki
seorang kurir yang membawa surat perintah, yang isi surat tersebut ditujukan
kepada Gubernur Mesir untuk membunuh pemimpin pemberontak ketika mereka sampai
di Mesir, dan surat tersebut berstempelkan khalifah. Dalam memahami isi surat
tersebut terdapat kekeliruan maksud sebenarnya adalah sambutlah bukan bunuhlah.
Setelah
diteliti ternyata surat tersebut ditulis oleh Marwan Ibn Hakkam tanpa
sepengetahuan Utsman Ibn Affan, kemudian mereka membatalkan untuk kembali
pulang ke Mesir dab menguhubungi pemberontak yang dari Basrah agar segera
kembali dan bersama-sama menuju Madinah untuk mempertanyakan hal tersebut.
Dalam perjalanan ke Madinah mereka mendengar kabar bahwa pasukan dari Mesir dan
Syam sedang bersiap-siap menuju Madinah untuk melindungi Utsman Ibn Affan dan
pasukan tersebut bermaksud untuk membasmi mereka.
Saat
itu keadaan semakin genting, dan begitu mendengar kabar tentang kedatangan
pasukan dari Mesir dan Syam tersebut, pasukan pemberontak bahkan bermaksud
untuk membunuh Utsman Ibn Affan. Padahal ketika menemukan surat dari kurir
(yang berisikan untuk membunuh pimpinan mereka) tidaklah ada prasangka yang
positif mereka apa maksud dan tujuan surat tersebut, apakah berbentuk provokasi
atau sebagai politik Marwan Ibn Hakkam untuk menjatuhkan Utsman agar bani
Uamyyah menggantikan kekhalifahan Utsman Ibn Affan.
Walaupun
selintas, surat tersebut adalah berstempelkan khalifah dan jelas-jelas yang
memegang stempel saat itu adalah Marwan Ibn Hakkam, namun yang membuat surat
belum diketahui pastinya dan hanya tuduhan tanpa saksi dan bukti konkrit. Namun
dapat kita pastikan, dari sinilah skenario musuh-musuh Islamlah yang bertujuan
memecah belah persaudaraan umat Islam dengan membuat skenario yang licik.
Ditambah
lagi provokasi Abdullah Ibn Saba’ maka hilanglah rasa persaudaraan dan tazhim
(penghormatan) mereka kepada khalifah, yang ada saat itu hanyalah dendam dan
nafsu ingin membunuh Utsman Ibn Affan. Akibat emosi yang tidak dapat
dikendalikan lagi, sesampai di Madinah mereka langsung mendatangi rumah Utsman
Ibn Affan, ketika itu Ali dan kedua anaknya Hasan dan Husain dan beberapa orang
yang berusaha menghalau dan mencoba bernegosiasi kembali, namun hal tersebut gagal,
karena banyaknya para pemebrontak, para sahabat dan yang lainnya tak kuasa
menghalangi mereka yang penuh emodi untuk Utsman Ibn Affan. Mereka mengepung
rumah Utsman selama 40 hari. Meskipun rumah itu dijaga oleh putra Ali dan
Zubeir mereka tetap masuk dan membunuh Utsman yang sedang membaca Al-quran
sehabis shalat, istrinya Nailah-pun menjadi korban keganasan orang-orang ini.
Hingga Wardan bin Samurah berhasil membunuh beliau. Kejadian ini berlangsung
pada hari jumat 8 Dzulhijjah 35 H. dengan tangan-tangan iblis para pemberontak
itu menghujamkan pedangnya kea rah Utsman yang sudah tua renta itu, dan
pemberontak lainnya berduyun-duyun menghabisi Utsman dan akhirnya ia tewas
bersama keluarganya.
Dengan
bersimbah darah Utsman Ibn Affan terbujur kaku di atas sajadahnya dan saat itu
tiada lagi aroma keIslaman yang ada hanya aroma iblis yang mengisi ruang-ruang
rumah khalifah Utsman Ibn Affan. Maka berakhirlah kekhalifan Utsman Ibn Affan
yang berlangsung sampai dua belas tahun lamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar