Entri yang Diunggulkan

SEJAUH MANA DIGITALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

 

Senin, 09 Desember 2019

KEKELIRUAN BERFIKIR



KEKELIRUAN BERFIKIR




A.    PENDAHULUAN

Berfikir adalah proses dinamis, di mana individu bertindak aktif dalam menghadapai hal-hal yang bersifat abstrak. Dalam proses berfikir individu menghubungkan antara objek yang menjadi pokok permasalahan dengan bagian-bagian pengetahuan yang dimilikinya. Bagian penegetahuan adalah segala sesuatu yang sudah diperolehnya dalam bentuk pengertian-pengertian.
Semua penalaran yang menggunakan pikiran sudah pasti bersumber pada logika. Dengannya kita akan mendapatkan hubungan antar pernyataan yang ada. Namun, tidak semua pernyataan berhubungan dengan logika, hanya yang bernilai benar dan salahlah yang dapat dihubungkan dengan logika. Oleh karena itu logika berperan penting dalam pengambilan suatu pernyataan.
Bagaimanapun jenis dan macamnya, apalagi berfikir logis seperti yang kita pelajari di Ilmu Mantiq, mungkin sekali untuk salah atau keliru. Sebab kadang-kadang berfikir menghadapi hambatan-hambatan yang membuat pemikiran kita melenceng dari jalan yang benar dan lurus, dan dapat menghalangi untuk sampai kepada realitas kebenaran yang hendak kita capai. Dan apabila sudah sampai pada keadaan yang demikian, maka pemikiran bakal kehilangan nilainya yang benar dalam kehidupan, dan tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam proses pemiikiran. Dan apabila pemikiran seseorang telah kehilangan nilai dan fungsi alaminyahnya, maka manusia akan kehilangan hakikat utamanya yang membedakan dirinya dari jenis hewan pada umumnya, bahkan dapat lebih sesat lagi.[1]
Terkadang dalam berfikir terdapat kekeliruan penalaran dalam pengambilan kesimpulan yang tidak benar dengan melanggar kaidah-kaidah yang berlaku. Hal tersebut akan menyebabkan adanya peraturan gagasan yang tidak tepat. Dalam makalah ini kita akan menjelaskan mengenai kekeliruan berfikir berikut dengan macam-macamnya

B.     PEMBAHASAN

1.      Pengertian Berfikir

Menurut Albrecht berfikir logis atau berfikir runtun didefinisiskan sebagai proses mencapai kesimpulan menggunakan penalaran secara konsisten. Sedangkan menurut Strydom yaitu berfikir menurut pola tertentu atau aturan inferensi logis atau prinsip-prinsip logika untuk memperoleh kesimpulan.[2]
Kekeliruan (fallacy) adalah kekeliruan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak benar dengan melanggar kaidah-kaidah logika atau susunan dan penggunaan bahasa serta penekanan kata yang menyebabkan asosiasi (pertautan) gagasan tidak tepat.

2.      Sebab-Sebab Kesalahan Berfikir

a.       Tergesa-gesa, yang menyebabkan kurang teliti dan kurang hati-hati dalam pembahasan sesuatu.
b.      Emosi, ialah dalam memberikan keputusan, mengikuti suara hati, nafsu, tidak mengikuti hasil pertimbangan akalnya.
c.       Tunduk kepada adat kebiasaan, maksudnya dalam pemikiran seseorang selalu dipengaruhi oeh adat kebiasaan, sehingga dalam meberikan penjelasan tidak membahas atau mejaring sebelumnya.
d.      Senang perselisihan, dalam berfikir ia tidak mencari atau mengutamakan kebenaran, tetapi ia lebih senang kepada kemenangan dalam mempertahankan pendapatnya.
e.       Terpengaruh dengan keindahan, sehingga dalam memberikan suatu hukum ia tidak bebas lagi menggunakan pikirannya, tetapi seakan-akan ia sudah menghilangkan kebebasannya dengan adanya pengaruh keindahan itu.[3]       

3.      Macam-Macam Kekeliruan Berfikir

a.       Kekeliruan Berfikir Formal

1)      Kekeliruan karena menggunakan empat term (fallacy of four terms)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan terdiri tiga term, seperti
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan
Orang berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit Jadi dia harus diasingkan.
2)      Kekeliruan karena kedua term penengah tidak mencangkup  (fallacy of undistributed middle)
Kekeliruan berfikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah mencangkup, seperti:
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar.
3)      Kekeliruan karena proses tidak benar (fallacy of  llicit process)
Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencangkup (undistrioted) tetapi dalam konklusi mencangkup, seperti:
Kura-kura adalah biatang melata. Ular bukan kura-kura, karena itu bukan binatang melata.
4)      Kekeliruan karena menyimpulkan dari dua premis yang negatif  (fallacy of two negative premises)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negativ. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konlusi, seperti :
Tidak satu pun barang yang baik itu mudah dan semua barang di toko itu adalah tidak mudah, jadi semua barang di toko itu adalah baik.
5)      Kekeliruan karena mengakui akibat (fallacy of affiming the consequent)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipotetika karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula sebabnya, seperti:
Bila kita bisa berkendaraan secepat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.
6)      Kekeliruan karena menolak sebab (fallacy of denying antecedent)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipotetika karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana, seperti:
Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.
7)      Kekeliruan dalam bentuk disyungtif (fallacy of disjunction)
Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternatif pertama, kemudian membenarkan alternatif lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternatif pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternatif yang lain, seperti:
Dia menulis cerita atau pergi ke Surabaya. Dia tidak pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis cerita.

8)      Kekeliruan karena tidak konsisten (fallacy of inconsistency)
Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya, seperti :
Tuhan adalah maha kuasa, karena itu ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.

b.      Kekeliruan Berfikir Informal

1)      Kekeliruan karena membuat generilasasi yang terburu-buru (fallacy of hasty generalization)
Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehingga kesimpulan yang ditarik melampaui batas lingkungannya, seperti :
Dia orang islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang islam memang jahat.
2)      Kekeliruan karena memaksakan praduga (fallacy of forced hypothesis)
Kekeliuran berfikir yang disebabkan karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.
3)      Kekeliruan karena mengundang permasalahan (fallacy of begging the question)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus di buktikan dahulu kebenarannya, seperti:
Allah itu pasti ada karena ada bumi
(Di sini orang akan membuktikan bahwa Allah itu ada dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak di buktikan bahwa bumi adalah ciptaan Allah)
4)      Kekeliruaan karena menggunakan argumen yang berputar (fallacy of circular argument)
Kekeliruan ini karena menarik konklusi dari suatu premis kemudian konklusi tersebut di jadikan sebagai premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya, seperti:
Sarjana-sarjana lulusan perguruan tinggi Omega kurang bermutu karena organisasinya kurang baik. Mengapa organisasi perguruan itu kurang baik? Dijawab karena lulusan perguran tinggu itu kurang bermutu.[4]

c.    Kekeliruan Penggunaan Bahasa

1)        Kekeliruan karena komposisi (fallacy of composition)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati keseluruhannya, seperti :
Setiap kapal perang telah siap tempur, maka keseluruhan angkatan laut negara itu sudah siap tempur.
2)     Kekeliruan dalam pembagian (fallacy of difition)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada keseluruhannya, maka demikian juga setiap bagiannya, seperti:
Kompleks ini dibangun di atas tanah yang luas, tentulah kamar-kamar tidurnya juga luas.
3)     Kekeliruan dalam tekanan (fallacy of accent)
Kekeliruan berfikir karena kekeliruan memberikan tekanan dalam setiap ucapan, seperti :
Ibu, Ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah Ibu dan Ayah pembicara sedang pergi. Seharusnya tidak ada penekanan pada ibu, sebab maknanya menjadi pemberitahuan pada ibu bahwa Ayah baru saja pergi.
4)         Kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti  (fallacy of  equivocation)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan kata yang sama dengan arti lebih dari satu, seperti :
Gajah adalah binatang, jadi gajah kecil adalah binatang yang kecil. (kecil dalam ‘gajah kecil’ berbeda pengertiannya dengan kecil dalam ‘binatang kecil’).[5]



[1] Sunardji Dahri Tiam, Belajar Cepat Ilmu Mantiq Tiga Langkah Berfikir Logis, (Malang : Instans Publishing Anggota IKAPI, 2016), hlm. 98-99.
[2] Utari Sumarmo, dkk, Kemampuan dan Disposisi Berfikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematik, Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 17, No. 1, 2012, hlm. 21.
[3] Sunardji Dahri Tiam, Belajar Cepat Ilmu Mantiq Tiga Langkah Berfikir Logis, (Malang : Instans Publishing Anggota IKAPI, 2016), hlm. 106.
[4] Mundiri, Logika, (Depok, PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 211-224.
[5] Mundiri, Logika, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 194-195.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar